Renungan Yesus Kristus Batu Penjuru
1 Petrus 2:1-10
Yesus Kristus Batu Penjuru
Saudara-saudara yang diberkati
Tuhan
Tradisi iman dilakukan warga
gereja saat memulai suatu pembangunan entah bangunan rumah tempat tinggal,
perkantoran, dan lain-lain selalu diawali dengan ibadah peletakan batu pertama
(batu penjuru). Hal ini penting dilakukan dalam keyakinan dapat menentukan
langkah pekerjaan pembangunan selanjutnya. Yesus Kristus adalah gambaran batu
penjuru yang hidup dan mendasari langkah perjalanan umat-Nya di dunia. Sebagai
dasar kehidupan iman, Yesus Kristus menjamin keselamatan dan kehidupan kekal
bagi orang percaya. Ia mengarahkan, membimbing setiap langkah, perjuangan dan
perjalanan kehidupan warga gereja. Sehingga mampu melewati beratnya tantangan
perjalanan kehidupan iman.
Saudara-saudara yang diberkati
Tuhan
Tanggal 1 Desember 1912 Pdt.
Russell H. Conwell Pendiri dari “Temple University Philadelphia” menceritakan
kisah nyata seorang anak perempuan berdiri di dekat sebuah gereja kecil di mana
dia telah ditolak untuk masuk ke gereja oleh anak-anak lain pada waktu itu
dengan alasan gereja sudah penuh. Saat itu Pendeta Conwell melihat
penampilannya yang lusuh dan tidak terawat, pendeta menebak alasan kenapa dia
tidak di masukan ke dalam gereja dan kemudian sang pendeta memegang tangannya,
membawanya ke dalam dan mencarikan tempat untuknya di kelas sekolah
minggu. Anak itu sangat senang karena pendeta Conwell menemukan tempat
duduk untuknya.
Sang gadis kecil ini begitu
mendalam tergugah perasaannya, sehingga pada waktu sebelum tidur dimalam itu,
ia sempat memikirkan anak-anak lain yang senasib dengan dirinya yang
seolah-olah tidak mempunyai tempat untuk belajar tentang firman Tuhan di
sekolah Minggu. Ketika ia menceritakan hal ini kepada orang tuanya, yang
kebetulan merupakan orang tak berpunya, sang ibu menghiburnya bahwa si gadis
masih beruntung mendapatkan pertolongan dari seorang pendeta dan Sejak saat
itu, si gadis kecil berteman dengan Pendeta Conwell.
Dua tahun kemudian, si gadis
kecil meninggal di tempat tinggalnya di daerah kumuh dan orang tuanya meminta
bantuan kepada pendeta Conwell untuk memimpin prosesi pemakaman yang sangat
sederhana. Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis dirapihkan, sebuah
dompet usang, kumal dan sobek-sobek ditemukan, tampak sekali bahwa dompet itu
adalah dompet yang mungkin ditemukan oleh si gadis kecil dari tempat
sampah. Di dalamnya ditemukan uang receh sejumlah 57 sen dan
secarik kertas bertuliskan tangan, yang jelas kelihatan ditulis oleh seorang
anak kecil yang isinya: “Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil
agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak-anak bisa
menghadiri Sekolah Minggu”.
Ternyata selama 2 tahun, sejak ia
tidak dapat masuk ke gereja itu, si gadis kecil ini mengumpulkan dan
menabungkan uangnya sampai terkumpul sejumlah 57 sen untuk maksud yang sangat
mulia. Ketika sang pendeta membaca catatan kecil ini, matanya sembab dan ia
sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil
ini, sang pendeta segera memotivasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk
meneruskan maksud mulia si gadis kecil ini untuk memperbesar bangunan gereja. Suatu
perusahaan koran yang besar mengetahui berita ini dan mempublikasikannya terus
menerus. Sampai akhirnya seorang Pengembang membaca berita ini dan ia
segera menawarkan suatu lokasi yang berada di dekat gereja kecil itu dengan
harga 57 sen, setelah para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tak mungkin
sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu.
Para anggota jemaat pun dengan
sukarela memberikan donasi dan melakukan pemberitaan, akhirnya bola salju yang
dimulai oleh sang gadis kecil ini bergulir dan dalam 5 tahun, berhasil
mengumpulkan dana sebesar 250.000 dollar, suatu jumlah yang fantastik dan pada
saat itu jumlah ini dapat membeli emas seberat 1 ton. Saat ini, gereja tersebut
berdiri kokoh di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, dan gereja itu
bernama *Temple Baptist Church*, dengan kapasitas 3300 tempat duduk dan *Temple
University*, tempat beribu ribu Mahasiswa belajar. Lihat juga *Good
Samaritan Hospital* dan sebuah bangunan spesial untuk Sekolah Minggu yang
lengkap dengan beratus ratus pengajarnya. Semuanya itu untuk memastikan jangan
sampai ada satu anak pun yang tidak mendapat tempat di Sekolah Minggu.
Saudara-saudara yang diberkati
Tuhan
Cerita ini memberikan gambaran
kepada kita bagaimana penolakan yang diterima oleh anak ini dan bagaimana ia
menanggapi penolakan yang dilakukan terhadapnya dengan mengumpulkan uang sesuai
dengan kemampuannya agar tidak terjadi lagi penolakan-penolakan terhadap
anak-anak yang lain. Tentu hal ini memiliki kaitan dengan pembacaan kita yang secara
khusus dalam ayatnya yang ke empat, “Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup
itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di
hadirat Allah.”
Kitab Perjanjian Baru menyaksikan
seperti apa penerimaan dan penolakan umat terhadap Yesus Kristus. Peristiwa Ia
dilahirkan disambut sukacita, syukur para Majus dari Timur dengan persembahan
emas, kemenyan dan mur. Namun bersamaan dengan itu, ketika Raja Herodes
mendengar berita ini, ia merencanakan pembunuhan pada semua bayi yang baru
dilahirkan. Nyatalah bahwa dari semula Yesus sudah menjadi batu sentuhan dan
sandungan bagi orang tak percaya, tapi menjadi batu penjuru bagi orang
yang beriman.
Sebagai Batu Penjuru yang hidup Yesus Kristus telah menjadi dasar pembangunan
iman umat yang bergumul dan berbeban. Dari segala jenis batu-batuan yang
sifatnya benda mati hanya Yesus Kristus satu-satunya menjadi batu hidup di mana
gelar itu pula disematkan kepada orang percaya yang adalah gereja-Nya (1 Petrus
2: 5).
Sebagaimana batu penjuru sering
dibuang oleh para tukang bangunan, itupun tergambar pada Yesus Kristus yang
sering ditolak dan disingkirkan namun tetap ditinggikan serta dimuliakan oleh
Bapa di sorga. Batu yang sering dibuang dianggap tidak berguna, telah menjadi
batu penjuru yang adalah sumber kehidupan bagi orang percaya. Dia adalah batu
yang mahal dan orang beriman tidak akan pernah dipermalukan oleh karena batu yang
hidup itu (1 Ptr. 2: 6). Kematian-Nya di kayu salib merupakan simbol bahwa Dia
adalah Batu yang mahal. Dan bagi yang tidak percaya kepada Firman Allah, Yesus
Kristus telah menjadi batu sentuhan dan sandungan (1 Ptr.2: 8).
Umat dipanggil menjadi rumah rohani
yang dibangun di atas dasar batu penjuru hidup, Yesus Kristus, agar kuat dan
kokoh tetap berdiri teguh. Sehingga sekalipun badai dan gelombang menghadang
dan menerpa kehidupan, kita dimampukan menjaga kemurnian iman dan akan sampai
di labuhan yang indah permai bersama-Nya.
Untuk
itu Saudara-saudara
yang diberkati Tuhan